Barometer Banten – Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) akan tetap konsisten dengan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang sudah ditetapkannya beberapa waktu yang lalu.
Penetapan UMK yang sudah disahkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 561/Kep.282-Huk/2021 itu sudah berdasarkan hasil pembahasan antara perwakilan buruh di dewan pengupahan dengan pihak perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
“Posisi Pemprov Banten tentu hanya sebagai fasilitator saja, karena yang menentukan besaran kenaikan itu mereka yang kemudian diperkuat dengan SK,” kata Gubernur WH usai membuka Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil di Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Banten, Pandeglang, Selasa (07/12/2021).
Besaran kenaikan upah itu, lanjut WH, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021. Dimana di dalam PP itu jelas disebutkan formulasi untuk besaran UMK dan UMP.
“Tentunya juga mempertimbangkan berbagai hal, seperti kondisi perekonomian daerah, inflasi dan lain-lain,” ujarnya.
Menurut Gubernur WH, besaran UMK yang sudah ditetapkan merupakan angka minimal yang harus menjadi acuan para pengusaha dalam menetapkan upah.
Biasanya, buruh yang menerima upah minimal adalah mereka yang baru bekerja 0 hingga 1 tahun. “Sementara, pekerja yang sudah lebih dari satu tahun bekerja, gajinya bisa lebih besar dari itu,” tambahnya.
Masih terkait dengan penetapan UMK, Gubernur WH mengaku tidak memihak atau membela kepentingan salah satu pihak, tetapi lebih karena pertimbangan komprehensif, seperti bagaimana agar investasi tetap berjalan, menciptakan kondusivitas, masyarakat mendapatkan pekerjaan, dan mendapatkan gaji atau penghasilan.
“Saya tidak mempunyai kepentingan apapun dengan pengusaha. Kepentingan saya cuma bagaimana membuat iklim investasi di Banten ini terjaga dengan baik. Karena kalau sudah baik, maka dampak positifnya tentu akan dirasakan oleh masyarakat juga,” jelasnya.
Terkait dengan rencana mogok kerja yang dilakukan oleh buruh, Gubernur WH mengatakan, perlu mempertimbangkan banyak hal dan risikonya.
Ia mencontohkan, jika mogok kerja berlama-lama dan jika pengusaha memindahkan usahanya ke daerah lain maka akan banyak pihak yang menerima risikonya dan angka pengangguran akan kembali bertambah.
“Tentu mereka (buruh-red) juga yang akan menerima dampak negatifnya kalau para pengusaha di Banten banyak yang melakukan eksodus ke daerah lain,” tuturnya.
Saat ini, lanjut WH, dirinya sedang terus berupaya mengatasi pengangguran. Salah satunya dengan terus berupaya mengundang investor untuk menanamkan modalnya di Banten. Hal itu dilakukan dalam rangka mengentaskan pengangguran.
“Masih banyak masyarakat yang memerlukan pekerjaan,” katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Banten, Al Hamidi, menyurati Pimpinan Perusahaan BUMN/BUMD, Para Ketua Serikat Pekerja, dan Ketua DPD Apindo Provinsi Banten.
Dalam surat bernomor 560/2394-DTKT/XII/2021 disebutkan, Pertama bahwa berdasarkan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Oleh karena itu, Pemprov meminta kepada para Pimpinan/Pengurus Perusahaan dan Pengurus Serikat Pekerja agar menyampaikan kepada pekerja dan anggota serikat pekerja untuk tidak melakukan mogok kerja daerah di Provinsi Banten, mengingat mogok kerja tersebut tidak sesuai Perundang-Undangan Ketenagakerjaan dan dapat merugikan para pekerja, pengusaha, masyarakat dan pemerintah. (Red)