Barometer Banten – Dalam berbagai literasi sering diulas, bahwasanya korupsi merupakan sifat negatif yang akan menghancurkan diri sendiri maupun entitas pelakunya. Namun, kendati demikian realitas itu seperti terabaikan, dan bahkan korupsi semakin tumbuh subur seperti jamur di penghujung musim hujan.
Korupsi di Indonesia sendiri kian menunjukan peningkatan, baik dari segi jumlah kasus, tersangka, maupun potensi kerugian negara. Sehingga adanya anggapan yang mengibaratkan korupsi seperti warisan haram tanpa surat wasiat yang turun-temurun sepertinya tidaklah berlebihan.
Wahidin Halim yang merupakan Gubernur ke-4 Provinsi Banten merasa prihatin dengan kondisi ini. Sehingga tak heran, jika bapak dari tiga anak ini intens mengkampanyekan gerakan anti korupsi, baik di daerah maupun di kancah nasional. Bagi tokoh kharismatik ini, korupsi adalah sesuatu yang diharamkan, terlebih dirinya merupakan putra dari seorang ustadz atau guru yang menanamkan prinsip betapa pentingnya menjalani pola hidup sederhana, mempunyai moralitas dan dilarang memakan sesuatu yang bukan haknya apalagi uang negara.
“Saya berusaha memang dari dulu minimal diri saya sendiri, karena saya diajarkan oleh orang tua saya untuk hidup sederhana dan punya moralitas, serta tidak boleh makan duit orang lain apalagi duit negara. Ditanamkan betul oleh orang tua saya sebagai guru memang, jadi sampai hari ini insya allah saya tidak pernah menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Termasuk watu (menjabat-red) kepala desa, saya tidak pernah terlibat dalam jual tanah negara termasuk di dalamnya jual tanah masyarakat. Itu memang karena prinsip ini saya kira prinsip sebagai seorang yang beriman, sebagai seorang muslim, tidak boleh membohongi termasuk di dalamnya adalah merampas hak-hak orang lain atas nama negar untuk kepentingan pribadi,” demikian dipaparkan Wahidin Halim dalam sebuah vidio belum lama ini.
Masyarakat senantiasa mendambakan memiliki pemimpin dengan sebuah aksi visi misi besar tentang masa depan nasib rakyat. Tentu aksi visi misi sejernih itu hanya akan mampu dieksekusi oleh orang dengan pemikiran dan hati bersih yang jauh dari perilaku korup. Wahidin Halim, menegaskan, bagi siapa saja yang hendak menjadi pemimpin, jangan pernah terbersit bisa hidup lebih kaya raya dan lebih sejahtera. Sebab memimpin itu adalah panggilan pengabdian dengan amanah, sebab amanah merupakan dasar bagi setiap perilaku kehidupan manusia terlebih pemimpin dalam memperjuangkan hak-hak rakyatnya.
“Saya berpesan betul kepada calon-calon bupati, gubernur, walikota, jangan berharap menjadi seorang kepala daerah bisa menjadi seorang yang meningkat kekayaannya. Bukan tujuan kita mencari kekayaan, tapi kita untuk ibadah, amanah dan berkhidmat kepada Allah SWT untuk mensejahterakan masyarakatnya. Kalau kita landasi pikiran seperti itu, pasti kita tidak kecewa. Dan saya tidak pernah kecewa. Dan saya juga tidak pernah mengeluh, karena apa, karena yaitu memang ketentuannya seperti itu. Saya tahu banyak dari dulu bahwa memang jangan berharap menjadi seorang bupati walikota gubernur akan menjadi seorang yang kaya raya,” tutur Wahidin Halim.
Penuturan itu disampaikan Wahidin Halim atas apa yang selama ini ia alami. Terlebih Wahidin Halim sudah cukup banyak mengenyam pahit getir dalam menggerakkan roda pemerintahan, dari mulai Kepala Desa, Camat, Walikota, DPR RI sampai Gubernur Banten, sudah dijalani dengan sukes dan bersih dari perilaku-perilaku korup yang menyengsarakan rakyat. Dalam pandangan Wahidin Halim, para pelaku korupsi itu sebenarnya tidak akan pernah kaya raya dan hanya akan berakhir dengan tragis.
“Saya sering bilang bahwa kalau ada orang yang mau makan hak orang lain, termasuk juga hak negara milik negara, ini memang tidak serta merta dihukum pada saat dia (melakukan korupsi-red), tapi dia akan suatu saat pada gilirannya. Banyak pengalaman teman-teman saya yang dulunya pesta pora mewah-mewah termasuk menggunakan uang negara seenaknya karena waktu itu belum ada KPK, tapi di ujung kehidupannya setelah pensiun sangat mengenaskan dan saya prihatin bahwa harta yang dikorupsi hilang habis semuanya, dia akan dapat balasan dari Allah SWT,” tegas Wahidin Halim.
Kehidupan Wahidin Halim memang sederhana, akrab berbaur dengan masyarakat di lingkungannya. Tak jarang dia berbelanja sayuran di pedagang keliling, jajan bakso gerobak keliling sampai diundang ke rumahnya. Kesehariannya banyak dihabiskan bersama santri Tahfiz yang diasuhnya, makan bersama, bercanda tawa dan solat berjamaah. Putra dari pasangan ayah Djiran Bahruji dengan ibu Siti Rohana ini sejak kecil memang sudah terbiasa hidup sederhana. Mencari rumput, menggembala kerbau peliharaan sang ayah, dan mandi di sungai angke menjadikannya terasah dalam realitas kehidupan di lingkungan sekitarnya. Tempaan sang ayah inilah yang kemudian membentuk karakter Wahidin Halim hingga menjadi seorang pemimpin dan mampu menunjukan kepemimpinannya yang bersih dari korupsi dalam melayani masyarakat. Dia sudah mampu mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
“Komunitas birokrat itu ya sebenarnya pelaku utama, masyarakat yang dilayani. Masyarakat itu kan yang memiliki kedaulatan, memiliki kedaulatan rakyat yang memberikan mandat kepada aparatur untuk melaksanakan (tugas melayani-red) ini dengan amanah, dengan baik, karena apa yang dikelola oleh aparatur itu untuk masyarakat. Sehingga masyarakat berharap bahwa dengan kepemimpinan dengan kerja-kerja birokrat itu akan memberikan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat,” tutur Wahidin Halim.
Kepemimpinan yang bersih dari korupsi sangat dibutuhkan rakyat, ditengah tempaan zaman yang kian kompetitif. Sebab, kegagalan pemimpin dalam menampilkan keteladanan anti korupsi sangat berakibat buruk bagi masyarakat. Bukan hanya dalam aspek hilangnya respek saja, melainkan juga merusak sendi kehidupan masyarakat yang luas, hingga berkembang menjadi sikap individualistik, hedonistik, dan permisif dalam masyarakat. (Sohib)