Barometer Banten – Sejak kepemimpinan Wahidin Halim dan Andika Hazrumy, Pemprov Banten mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebanyak lima kali berturut-turut. Opini WTP ini diberikan BPK terhadap Pemprov Banten atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sejak Tahun Anggaran (TA) 2016 hingga 2020.
Predikat WTP yang dapat dipertahankan oleh WH-Andika selama keduanya menjabat Gubernur dan Wagub ini, merupakan sebuah capaian prestasi yang membanggakan bagi masyarakat Banten. Hal inipun dinilai menjadi bukti nyata komitmen WH-Andika dalam membangun sistem tata kelola pemerintahan yang baik.
Lalu apakah opini WTP ini berpengaruh pada tidak terjadinya praktik-praktik penyimpangan?. Hal ini banyak dipertanyakan, lantaran disaat Pemprov Banten meraih WTP kelima kalinya, pada saat itu pula terjadi beberapa dugaan kasus korupsi.
Pengacara muda, TB Uuy Faisal Hamdan mengatakan, dengan dicapainya opini WTP, maka praktik-praktik penyimpangan di daerah tersebut akan sangat mudah terdeteksi. Praktik penyimpangan anggaran dapat mudah terdeteksi oleh APH karena menurutnya implementasi sistem pengendalian internal Pemprov Banten berjalan dengan baik.
Uuy yang juga Ketua Umum Surosowan Indonesia Bersatu (SIB) ini menerangkan bahwa pemberian opini WTP oleh BPK terhadap LKPD berdasarkan tiga hal yang dinilai baik, pertama atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kedua implementasi sistem pengendalian internal dan ketiga atas penyampaian laporan sesuai dengan sistem akuntansi pemerintah.
“Untuk di Banten praktik dugaan penyimpangan yang terkuak diantaranya soal hibah Ponpes dan pengadaan masker medis. Yang harus dipahami adalah dalam kasus dugaan korupsi hibah Ponpes dan masker itu bermula dari hasil temuan inspektorat sebagai pengendali internal. Sehingga atas adanya temuan inspektorat itu APH dapat dengan mudah untuk mengungkap kasus dan dapat cepat menetapkan tersangka,” kata Uuy kepada wartawan, Minggu (6/6/2021).
Dengan baiknya implementasi sistem pengendalian internal ini, lanjut Uuy, akan menjadikan para pengelola keuangan semakin tidak berani berbuat nakal.
“Mulai hari ini dipastikan mereka akan berpikir seribu kali ketika ada itikad untuk melakukan penyimpangan, karena dia akan ketahuan,” tandasnya.
Namun demikian, lanjut Uuy, masyarakat jangan lengah, melainkan harus tetap pro aktif melakukan kontrol sosial, menyampaikan aspirasi serta kritik membangun apabila menemukan kebijakan-kebijakan pemerintah yang terindikasi tidak pro terhadap kepentingan rakyat.
“Masyarakat harus menjadi pengawas yang cerdas,” katanya. (Red)