Barometer Banten – Setelah hampir enam bulan ‘menghilang’ tiba tiba Sekretaris Daerah (Sekda) Banten non aktif Al Muktabar muncul ke publik dengan mengibarkan ‘bendara perang’ terhadap Gubernur Banten Wahidin Halim, atas surat pemberhentian sementara dirinya sebagai pejabat eselon satu di pemprov Banten yang diteken oleh Gubernur ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang.
Dalam isi gugatan yang dilayangkan oleh mantan pejabat Widyaiswara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini, dengan petitum membatalkan surat Gubernur tentang pemberhentian sementara dirinya, dan bisa kembali aktif duduk sebagai Sekda Banten definitif.
Karuan saja, tindakan Al Muktabar menjelang berakhirnya masa jabatan Plt Sekda Muhtarom tanggal 24 Februari 2022 ini memicu pro dan kontra di kalangan akademisi, pengamat dan tokoh masyarakat Banten.
H Dedi Kurniadi, tokoh Pejuang Pendiri Provinsi Banten dari Tangerang (Pormatang) ini mengatakan, tidak ada satu alasan pun yang bisa menjadikan Al Muktabar kembali menduduki kursi Sekda Banten, meski dirinya masih memegang SK (Surat Keputusan) presiden atas pengangkatan dirinya sebagai Sekda.
Menurut tokoh masyarakat dan pengusaha ini, Al Muktabar sebelumnya sudah mengajukan surat pindah tugas dari pemprov Banten ke Kemendagri, dan hal itu disetujui oleh Gubernur selaku perpanjangan tangan pemerintahan pusat di daerah.
“Artinya dia sudah ada niat untuk meninggalkan tugas di Banten disaat pemerintah daerah berperang melawan wabah corona. Untuk itu, saya minta kepada Al Muktabar mengubur dalam dalam keinginannya kembali menduduki kursi Sekda Banten, meski ada dukungan politis dari parpol tertentu,” ujar mantan ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Tangerang ini kepada wartawan, Jumat (18/2/2022).
Menurut Dedi, alasan Al Muktabar membuat surat permohonan pindah tugas karena adanya ‘paksaan’ untuk mengundurkan diri dari jabatan, adalah alasan yang tidak masuk akal.
“Kalau memang beliau ada tekanan untuk mengundurkan diri, sebagai seorang panglima ASN harusnya dia memegang teguh SK presiden yang dia pegang selaku Sekda, bukan malah minta pindah atau balik lagi ke Kemendagri,” tutur tokoh masyarakat Tangerang ini.
“Kalau kita menganalogikan, sikap Al Muktabar yang memilih mengajukan pindah disaat genting ditengah merebaknya wabah Corona adalah seorang komandan yang tidak bertanggungjawab terhadap prajuritnya disaat peperangan,” sambung Dedi.
Ia berharap, pemerintahan pusat dalam hal ini Kemendagri harus fair menyikapi polemik jabatan Sekda di Banten yang terus berkepanjangan tanpa adanya kejelasan sikap dari Kemendagri, sehingga mengganggu jalannya roda pemerintahan di Pemprov Banten.
”Jangan mentang mentang pak Al Muktabar ini pernah menjadi staf ahli mantan Mendagri, dan berasal dari pejabat Widyaiswara Kemendagri lantas diistimewakan,” cetusnya.
Ia mencontohkan, ketika ada dualisme kepemimpinan di Polri tahun 2003 antara Jenderal Bimantoro dan Jenderal Chaerudin yang sama sama mengaku sebagai Kapolri adalah sebuah preseden buruk dalam pemerintahan.
Bahkan Dedi menantang Al Muktabar, jika memang mengetahui adanya kekeliruan yang dilakukan oleh Gubernur Wahidin Halim selama bersama di pemerintahan, silahkan dibuka ke publik dan dilaporkan kepada aparat penegak hukum.
“Saya tidak memihak Gubernur, kalau perlu dia mengajukan diri sebagai Whistleblower,” tegasnya.
Dedi yang juga seorang politisi ini menambahkan, seandainya kursi yang diincar oleh Al Muktabar di Kemendagri saat mengajukan pindah tugas dulu tidak diisi oleh orang lain, apakah Al Muktabar masih mau balik lagi menjadi Sekda di Banten.
“Dia ingin kembali menjadi Sekda, kan karena diduga jabatan yang diincar di Kemendagri sudah diisi oleh orang lain,” imbuhnya.
Dedi menduga, munculnya Al Muktabar ke publik menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pada bulan Mei 2022 mendatang adalah, sebagai momentum untuk membuat gaduh dan diduga sarat dengan kepentingan politis.
“Jika menganggap surat pemberhentian sementara dirinya dinilai cacat hukum dan tidak sesuai dengan aturan, kenapa harus menunggu 6 bulan lamanya untuk menggugat ke PTUN. Kenapa tidak dari awal digugatnya ?,” tukasnya.
Sebelumnya, Sekda Banten non aktif Al Muktabar melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Provinsi Banten atas pemberhentian sementara dirinya selaku Sekda oleh Gubernur Banten Wahidin Halim bulan September 2021 lalu dengan surat gugatan Nomor : 15/G/2022/PTUN.SRG.
Melalui Moch Ojat Sudrajat, mewakili Al Muktabar dalam keterangannya mengatakan, isi gugatan atau petitum adalah, meminta kepada Gubernur untuk membatalkan surat pemberhentian sementara Al Muktabar dan mengembalikan lagi jabatan Sekda definitif kepada Al Muktabar.
Alasannya kata Ojat adalah, SK (Surat Keputusan) pengangkatannya sebagai JPT Madya dari presiden berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Joko Widodo Nomor 52 /TPA tahun 2019 tanggal 27 Mei 2019 hasil dari Seleksi Terbuka (Selter) JPT Madya hingga kini belum dicabut.
Tak hanya itu, pemberhentian sementara dirinya sebagai Sekda oleh Gubernur Banten dinilai cacat hukum, dan tidak mengacu kepada Perpres Nomor 3 tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). (Red)