Barometer Banten – Pidato Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam acara pidato kebangsaan pada acara 50 tahun Center for Strategic and International Studies (CSIS), Senin (23/08/2021) lalu mencuri perhatian publik.
Tidak hanya konten pidato yang ia sampaikan, tetapi cara AHY menyampaikan konten tersebut juga menjadi perhatian. Hal Itu dikarenakan dalam pidatonya AHY menyinggung perihal situasi sekarang ini, dimana seringkali kritik dianggap sebagai bentuk serangan dan gangguan untuk kepentingan politik tertentu.
“Dan lebih menyakitkan jika setiap masukan dan pandangan yang berbeda dianggapnya sebagai bentuk perlawanan dan tidak merah putih,” kata AHY.
Putera sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menegaskan, sejak awal Partai Demokrat ingin rakyat selamat, karena itu Demokrat ingin pemerintah sukses menangani pandemi Covid-19.
“Sayangnya, niat baik seperti itu seringkali disalahartikan. Pandangan atau masukan kritis dianggap sebagai bentuk serangan atau gangguan untuk kepentingan politik tertentu. Lebih menyakitkan, jika setiap masukan dan pandangan yang berbeda, dianggap sebagai bentuk perlawanan dianggap tidak ‘Merah Putih’,” tegas AHY.
AHY menegaskan bahwa yang tidak “Merah Putih” adalah mereka yang hanya berdiam diri, ketika tahu ada yang keliru di negeri ini.
Sebelumnya AHY menguraikan langkah-langkah Partai Demokrat untuk membantu sesama masyarakat, baik melalui Gerakan Nasional Partai Demokrat serta Bulan Bakti dalam menyongsong peringatan Dua Dekade Demokrat tanggal 9 September nanti, maupun melalui jalur legislatif.
Sementara itu, pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten, Ikhsan Ahmad mengatakan, apa yang disampaikan AHY dalam pidatonya dihari ulang tahun CSIS ke 50 merupakan representasi dari kegundahan, kegelisahan dan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa ini.
“Kritik AHY secara tajam perlu menjadi catatan perjalanan demokrasi saat ini ditengah ditengah defisitnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah,” kata Ikhsan.
Lebih jauh, kata Dosen FISIP Untirta ini, pidato AHY dapat dikatakan refleksi bangsa ini, dimana membutuhkan pemimpin yang bukan saja populer tetapi memahami esensi demokrasi, memahami esensi kritik dan memahami esensi kekuasaan.
Masih menurut Ikhsan, kondisi pemerintahan sekarang yang tidak sesuai antara kata dan perbuatan, ditambah dengan ketakutan terhadap kritik. Bahkan, kata Ikhsan, hanya mural sekalipun mencerminkan pemerintahan yang memiliki kedangkalan substansial terhadap pemahaman demokrasi dan kekuasaan.
Pada bagian lain, Heri Handoko, Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Banten sekaligus anggota DPRD provinsi Banten mengatakan bahwa sejak awal, Partai Demokrat selalu satu kata dan perbuatan.
“Kami mendukung apa yang bagus, tapi tidak segan memberi masukan atau koreksi jika ada program pemerintah yang perlu diperbaiki. Tapi kami tidak hanya bicara. Kami juga aktif turun ke lapangan, membantu warga yang terdampak.” kata Heri. (Red)
Komentar